Full Width CSS

Label Icons CSS

ARTIKEL ULUMUL QUR'AN PERBEDAAN WAHYU ILHAM DAN TA’LIM



PERBEDAAN WAHYU ILHAM DAN TA’LIM

A.    Pengertian Wahyu, Ilham dan Ta’lim
1.      Wahyu
Wahyu menurut bahasa yaitu waha, yahi, wahyan. Secara harfiyah berarti suara, api, kecepatan, bisikan, rahasia, syarat, tulisan dan kitab.[1] Dalam buku studi Ulumul Qur’an, wahyu menurut bahasa berarti suatu perkataan yang tersembunyi dari orang lain, tulisan atau yang tertulis, perutusan, ilham, perintah, tanda dan syarat.[2]
Al-wahyu atau wahyu adalah masdar dan materi kata itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu : tersembunyi dan cepat. Oleh karena itu, maka wahyu dikatakan sebagai pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditunjukkan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi :
1.      Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wajyu terhadap ibu Nabi Musa :
!$uZøŠym÷rr&ur #n<Î) ÏdQé& #ÓyqãB ÷br& ÏmÏèÅÊör& ( ÇÐÈ  
Artinya : “dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia…” (Qs. Al-Qashash :7)
2.      Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti Wahyu kepada lebah :
4ym÷rr&ur y7/u n<Î) È@øtª[$# Èbr& ÉσªB$# z`ÏB ÉA$t6Ågø:$# $Y?qãç/ z`ÏBur ̍yf¤±9$# $£JÏBur tbqä©Ì÷ètƒ ÇÏÑÈ  
Artinya : “dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : “Buatlah sarang-sarang dibukit-bukit, dipohon-pohon kayu, dan ditempat-tempat yang dibikin manusia.” (Qs. An-Nahl : 68)
3.      Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode seperti isyarat Zakaria yang diceritakan Al-Qur’an :
yltsƒmú 4n?tã ¾ÏmÏBöqs% z`ÏB É>#tósÏJø9$# #Óyr÷rr'sù öNÍköŽs9Î) br& (#qßsÎm7y Zotõ3ç/ $|ϱtãur ÇÊÊÈ  
Artinya : “Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat kepada mereka, hendaklah kamu bertasbih diwaktu pagi dan petang.” (Qs. Maryam : 11)
4.      Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia :
m¯RÎ)ur ×,ó¡Ïÿs9 3 ¨bÎ)ur šúüÏÜ»u¤±9$# tbqãmqãs9 #n<Î) óOÎgͬ!$uÏ9÷rr& öNä.qä9Ï»yfãÏ9 t ÇÊËÊÈ  
Artinya : “Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu.” (Qs. Al-An’am : 121)
5.      Apa yang disampaikan Allah kepada para Malaikatnya berupa suatu perintah untuk dikerjakan :
øŒÎ) ÓÇrqムy7/u n<Î) Ïps3Í´¯»n=yJø9$# ÎoTr& öNä3yètB (#qçGÎm;sWsù šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä 4
Artinya : “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat : “sesungguhnya Aku bersama kamu, Maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. (Qs. Al-Anfal : 12).[3]
6.      Kata wahyu digunakan sebagai perintah :
øŒÎ)ur àMøym÷rr& n<Î) z`¿ÎiƒÍ#uqysø9$# ÷br& (#qãYÏB#uä Î1 Í<qßtÎ/ur (#þqä9$s% $¨YtB#uä ôpkô­$#ur $oY¯Rr'Î/ tbqßJÎ=ó¡ãB ÇÊÊÊÈ  
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia : “Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku”. Mereka menjawab : kami telah beriman dans aksikanlah (wahai rasul) bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruan-Mu)”. (Qs. Al-Maidah : 111).[4]
7.      Penamaan wahyu digunakan sebagai titipan kepada malaikat untuk disampaikan kepada Nabi :
#Óyr÷rr'sù 4n<Î) ¾ÍnÏö6tã !$tB 4Óyr÷rr& ÇÊÉÈ  
Artinya : “Lalu dia menyampaikan kepada jhamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan”. (Qs. An-Najm : 10).[5]
Sedangkan menurut istilah, wahyu adalah isyarat yang cepat. Itu terjadi melalui pembicaraan yang berupa rumus dan lambang, dan terkadang melalui suara semata, dan terkadang pula melalui isyarat dengan sebagian anggota badan. Wahyu adalah yang dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dengan syarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan dari pada dilahirkan. Syeikh Muhammad Abduh mengemukakan pendapatnya mengenai wahyu, menurut beliau wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan yang penuh bahwa pengetahuan itu datang dari Allah SWT baik penyampaiannya melalui perantara atau tidak.[6]

B.     Cara Wahyu Turun kepada Malaikat
1.      Didalamnya Al-Qur’anul Karim terdapat nas mengenai kalam Allah kepada para malaikat-Nya :
øŒÎ)ur tA$s% š/u Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù ÇÌÉÈ  
Artinya : “ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi.” Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya.” (Qs. Al-Baqarah : 30).
2.      Telah nyata pula bahwa Al-Qur’an telah dituliskan di Lauhil Mahfudz, berdasarkan firman Allah :
ö@t/ uqèd ×b#uäöè% ÓÅg¤C ÇËÊÈ   Îû 8yöqs9 ¤âqàÿøt¤C ÇËËÈ  
Artinya : “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al-Qur’an yang mulia, Yang (tersimpan) dalam Lauhil Mahfudz”. (Qs. Al-Buruj : 21-22).
            Demikian pula bahwa Al-Qur’an itu diturunkan sekaligus ke baitul’izzah yang berada di langit dunia pada malam lailaul qadar dibulan ramadhan. Didalam sunah terdapat hal yang menjelaskan nuzul (turunnya) Qur’an yang menunjukkan bahwa nuzul itu bukan nuzul kedalam hati Rasulullah SAW. Dalam suatu riwayat :
“Telah dipisahkan Al-Qur’an dari Az-Zikr, lalu diletakkan di Baitu ‘Izzah dilangit dunia; kemudian Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW”.
            Oleh sebab itu para ulama berbeda pendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Al-Qur’an kepada Jibril dengan beberapa pendapat :
a.       Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dari Lafalnya yang khusus.
b.      Bahwa Allah menghapalnya dari Lauhul Mahfuz.
c.       Bahwa maknaynya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril atau lafal Muhammad.
Pendapat pertama itulah yang benar, dan pendapat itu dijadikan pegangan oleh Ahlussunah Wal Jama’ah serta diperkuat oleh hadist nawas bin sam’an.[7]
C.    Macam-macam Wahyu yang Dialami oleh Nabi
a.       Mimpi yang benar
b.      Ditampakkan kedalam jiwanya
c.       Malaikat Jibril datang kepada Nabi berupa gemuruh lonceng
d.      Malaikat Jibril menampakkan dirinya sebagai seorang laki-laki
e.       Malaikat Jibril menampakkan wujud aslinya
f.       Allah berfirman kepada Nabi dari belakang hijab, baik Nabi dalam keadaan sadar atau tidak
g.      Malaikat Isrofil turun membawa beberapa kalimat dan wahyu, sebelum malaikat Jibril datang membawa wahyu Al-Qur’an.[8]
D.    Proses Turunnya Wahyu
            Wahyu petama kali turun pada malam lailatul qadar tanggal 17 Ramadhan saat usia Nabi 41 tahun (sekitar tahun 610 M). tempat turunnya wahyu pertama kali adalah di Gua Hiro, tempat Nabi mengasingkan diri untuk bertahanus. Ayat yang pertama kali turun adalah surah Al-Alaq ayat 1 – 5. Wahyu diturunkan dalam tiga bentuk sesuai dengan surat Asy-Syuro ayat 51-52. Harun Nasution menjelaskan wahyu bentuk pertama adalah pengertian dan pegetahuan yang tiba-tiba dirasakan seseorang timbul dalam dirinya, timbul dengan tiba-tiba sebagai suatu cahaya yang menerangi jiwanya. Bentuk kedua adalah pengalaman dan penglihatan dalam keadaan tidur. Dan bentuk ketiga adalah yang diberikan melalui utusan yaitu malaikat Jibril dalam bentuk kata-kata.[9]
E.     Ilham
Rasyid Ridho memberikan pengertian Ilham adalah perasaan emosional yang diyakini oleh jiwa yang oleh karenanya jiwa itu terdorong untuk segera melakukan apa yang dikehendaki oleh ilham itu tanpa disertai kesadaran dari jiwa sendiri, darimana dia datang, keadaan hampir sama dengan perasaan lapar, dahaga, sedih, senang dan sebagainya. Dalam Al-Qur’an ilham dismaping diungkapkan dengan meggunakan kata al-wahyu, juga diungkap langsung dengan menggunakan kata ilham sebagaiman firman Allah dalam surat Asy-Syams ayat 8 :
$ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ  
Artinya : “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.” (Qs. Asy-Syams : 8).[10]
Jumhur ulama memberikan penjabaran tentang ilham yaitu sebuah pengetahuan yang dituangkan kedalam jiwa yang diminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebh dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidiki hujjah-hujjah agama. Biasanya ilham diperoleh secara kasyaf dan kadang-kadang tidak melalui perantara malaikat, menurut cara yang telah ditentukan yang dipergunakan Tuhan beserta tiap-tiap maujud.[11]
Al-Jurjani dalam kitab At-Ta’rifat mendefinisikan bahwa ilham ialah “sesuatu yang dilimpahkan kedalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada di dalam hati/jiwa, dan dengannya seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa didahului dengan pemikiran”.
Al-Jurjani dalam Kitab At-Ta’rifat mendefinisikan, bahwa ilham ialah “sesuatu yang dilimpahkan ke dalam jiwa dengan cara pemancaran, ia merupakan ilmu yang ada di dalam hati/jiwa, dan dengannya seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu tanpa di dahului dengan pemikiran.[12]
F.     Ta’lim
Kata Ta’lim dalam bahasa arab berwazan Taf’il terambil dari ‘Allama, yu’allimu, ta’liman, yang secara terminologis ta’lim merupakan suatu pemberian pengetahuan atau kesan batin yang berupa ilmu, melalui serangkaian usaha dan penyelidikan, bahwa kadar pengetahuan yang diperoleh seseorang, sedikit atau banyak sangat tergantung pada seberapa tinggi kadar intensitas belajar yang dilakukannya serta seberapa luas dan mendalam penyelidikan yang dikerjakannya.[13]
G.    Perbedaan Wahyu dengan Ilham
Jumhur ulama memberikan penjabaran tentang ilham yaitu sebuah pengetahuan yang dituangkan kedalam jiwa yang diminta supaya dikerjakan oleh yang menerimanya dengan tidak lebih dahulu dilakukan ijtihad dan menyelidikan hujjah-hujjah agama. Biasanya ilham diperoleh secara kasyaf dan kadang-kadang tidak melalui perantara malaikat, menurut cara yang telah ditentukan yang dipergunakan Tuhan beserta tiap-tiap maujud.
Sedangkan wahyu diperoleh dengan perantara malaikat, oleh karena itu wahyu inibukan disebut sebagai hadist qudsi. Secara etimologi kata qudsi dinisabkan kepada kata quds, nisab ini mengesankan rasa hormat, karena materi kata itu sendiri menunujukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka kata taqdis berarti mensucikan Allah. Taqdis sama dengan tathir, dan taqaddasa sama dengan tatahhara yang berarti suci atau bersih. Sedangkan menurut istilah, hadist qudsi adalah hadist yang oleh Nabi Muhammad SAW disandarkan kepada Allah SWT. Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah SWT. Maka Rasul menjadi perawi kalam Allah ini dengan lafal Nabi sendiri.[14]
Walau wahyu dan ilham sama-sama merupakan kalam Allah, kan tetapi terdapat perbedaa-perbedaan yaitu :
PERSAMAAN :
v  Ilham diperoleh secara kasyaf maknawi, dengan kata lain diperoleh tanpa melalui perantara apapun tanpa terkecuali, sedangkan wahyu diperoleh secara syuhudi (persaksian) atau melalui perantara malaikat.
v  Ilham diperuntukan kepada makhluk umum dan tidak dibebankan untuk menyampaikannya kepada umat. Sedangkan wahyu diturunkan khusus untuk Nabi dan disyaratkan untuk menyampaikannya kepada umat.[15]
PERBEDAAN :
v  Wahyu diterima Rasul/Nabi melalui “kasyaf syuhudi” disamping dengan “kasyaf ma’nawi”, yaitu bahwa wahyu datang kepada Rasul atau Nabi selalu dibarengi oleh adanya kehadiran yakni adanya malaikat pembawa wahyu, Aminul wahyi : Jibril AS. Sehingga mengenai kasus Nabi Muhammad SAW yang mnerima wahyu laksana “Coma” haruslah dipahami, bahwa beliau sebenarnya sedang tenggelam dalam suatu perjumpaan dengan malaikat yang bersifat rohani, yang saat itu khafi.
v  Ilham diperoleh atau datang hanya melalui kasyaf ma’nawi, tidak melalui kasyaf syuhudi. Dalam kata lain, bahwa ilham hanya mungkin diterima manusia melalui penanaman langsung dari Allah SWT, tanpa perlu mengutus utusan (Jibril) untuk membawanya, sebagaimana yang terjadi pada peristiwa penyampaian pada wahyu.
Dalam ilham tidak perlu terjadi apa yang disebut suatu kehadiran unsur malaikat, melainkan diterima oleh manusia dengan cara inspiratif semata.
v  Wahyu merupakan “khawaashun nubuwwah”. Artinya ia khusus diterima manusia pilihan Allah SWT untuk mengemban tugas kenabian atau kerasulan. Wahyu tidak diberikan kepada manusia biasa, sekalipun pada waktu itu kenabian belum ditutup. Hanya orang-orang pilihan yang menerimanya sebagai amanat yang wajib disampaikan kepada segenap umatnya.
v  Ilham dapat diterima oleh siapapun, selain Nabi atau Rasul, baik pada waktu pintu kenabian belum tertutup maupun setelahnya. Ilham akan selalu dilimpahkan Tuhan pada manusia yang Ia kehendaki, baik manusia menghendaki atau tidak. Ilham biasanya mengenai hal-hal yang bernilai baik, misalnya petunjuk, jalan keluar dari kesulitan dsb; yang dapat pula menyangkut hal-hal sebaliknya, misalnya “istidraaj” dan lain sebagainya.
v  Wahyu dii’lamkan (disampaikan/diberitahukan) dengan suatu tujuan : untuk kemaslahatan seluruh manusia atau umat tertentu, sehingga setiap Nabi atau Rasul wajib menyampaikannya kepada umatnya, agar mereka menerimanya guna kemaslahatan dan kebahagiaan hidup, baik dunia maupun akhirat.
v  Ilham, jika berkenaan dengan hal yang berhubungan dengan kebaikan, maka dimaksudkan demi kemaslahatan dan kebaikan manusia yang menerimanya saja. Ia tidak dibebani tanggungjawab untuk menyampaikannya pada ornag lain. Sebaliknya, jika berkenaan dengan hal atau nilai yang tidak baik, maka hal itu merupakan ujian dan cobaan bagi yang menerimanya. Ilham demikian merupakan “istidraaj” baginya, apakah ia hendak memanfaatkannya atau tidak.
v  Wahyu sesungguhnya tidak dapat diminta supaya turun pada suatu waktu, karena ia sepenuhnya berada pada monopoli Tuhan. Perihal ini sebagaimana pernah ditunjukkan dalam sejarah penurunan Al-Qur’an, khususnya ketika terjadi apa yang diistilahkan “Fatratul Wahyi”. Waktu itu Nabi Muhammad SAW telah sangat merindukan segera turun wahyu kembali, tetapi karena belum saatnya turun, maka terjadilah peristiwa “Fatrah” itu.
v  Adapun ilham menurut sebagian ulama sufi dapat diminta kepada Allah SWT, karena pada dasarnya ia merupakan dilalah atau indikator eratnya tali komunikasi antar seorang abdi / hamba dengannya.
v  Pintu turun wahyu sudah tertutup, bersamaan waktunya sejak tugas kenabian yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW berakhir. Sejak itu tidak ada lagi Nabi diutus Tuhan, karena untuk kemaslahatann hidup manusia telah ada petunujukNya, yaitu Al-Qur’an, yang akan berlaku sepanjang zaman keberlakuan Al-Qur’an sepanjang zaman merupakan bukti tidak berlakunya wahyu yang baru.
v  Ilham, pintunya masih senantiasa terbuka selama masih ada manusia sampai hari akhir. Manusia boleh berharap untuk dilimpahi ilham melalui media taqorub pada Allah SWT.[16]

H.    Perbedaan Ilham dengan Ta’lim
Ta’lim adalah memberi pelajaran yang bersandarkan kepada pengetahuan dan penyelidikan. Sedangkan ilham tidak disandarkan dan tidak bersandar kepada pengetahuan hasil menyelami dalil-dalil agama, hanya suatu nama bagi goresan-goresan hati yang diciptakan Allah SWT dalam jiwa orang yang tidak berakal. Lalu ia sadar dan memahami maksud dengan secepat mungkin karena inilah dinamai orang yang dapat mengetahui dengan kesempurnaan kecerdikannya apa yang tidak dilihat mata, oleh karena itu ditafsirkan wahyu kepada lebah dengan ilham bukan dengan ta’lim.
Berdasarka pengertian ta’lim yang telah disebutkan diatas pada halaman sebelumnya, maka jelaslah perbedaan antara ta’lim dengan ilham, yaitu kesan batin yang timbul dalam jiwa melalui jalan ta’lim, tidak terlepas dari usaha-usaha yang dilakukan seseorang dalam proses ta’lim itu sendiri. Sedangkan kesan batin yang diperoleh melalui jalan ilham tercipta oleh sebab anugrah Allah SWT yang diterima seseorang, baik ia mengusahakannya atau tidak untuk memperoleh ilham itu. Allah SWT-lah yang aktif dalam pelimpahan kesan batin yang berupa ilham, kepada setiap manusia yang Ia kehendaki. Sedangkan dalam ta’lim manusialah yang aktif melakukan hal-hal yang memungkinkan timbulnya kesan batin (ilmu) itu, meskipun pada akhirnya seluruh jenis ilmu memang berasal dari pada-Nya.
Yang perlu ditegaskan bahwa perbedaan mendasar antara ilham dengan ta’lim ialah yang pertama (ilham), terciptanya kesan batin adalah melalui penganugrahan secara langsung oleh Allah SWT, tanpa disertai usaha-usaha atau menyelidiki hujjah-hujjah agama, sedang pada yang kedua kesan batin itu tidak akan timbul dengan sendirinya, tanpa melakukan upaya-upaya yang relevan dengan pengetahuan-pengetahuan yang diharapkan terlebih dahulu. Sesungguhnya tidak bisa diharap, kesan bati model terakhir (ilmu/ta’lim) dapat dimiiki oleh orang-orang yang malas belajar. Sekiranya ada orang yang memiliki banyak ilmu, padahal sebenarnya ia tidak melakukan usaha-usaha yang relevan dengan ilmu-ilmunya, maka dimungkinkan kesan batin (ilmu) yang ada padanya merupakan hasil penganugrahan langsung (ilham) dari Allah SWT.



[1] Prof. Dr. T.M Hasbi As-Shiddiqie. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980, cet-8
[2] Drs.H.M.Sholahudin Hamid.M.A. Study Ulumul Qur’an. Jakarta: Intimedia.2002.hal 34
[3] Manna Khalil al qattan. Studi ilmu-ilmu Alqur’an. Jakarta: Litera Antarnusa, 2009
[4] Alimin Mesra, dkk. Ulumul Qur’an, Pusat  Studi Wanita, 2005, hlm 25
[5] Subhi As-Shalih. Membahas Ilmu-Ilmu Al-Qur’an .Beirut, Libanon: Pustaka Frdaus, 1996, hal 20.
[6] Opcit. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
[7] Manna Khalil al qattan. Studi ilmu-ilmu Al-qur’an. Jakarta: Litera Antarnusa, 2009
[8] Prof. Dr. T.M Hasbi As-Shiddiqie. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980, cet-8
[9] Didin Saefudin Buchari. Pedoman memahami Al-Qur’an. Granada Sarana Pustaka : Bogor. 2005. Hal 24
[10] Rif’at Sauqi Nawawi M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta : Bulan Bintang, 1992. Hal 11
[11] Prof. Dr. T.M Hasbi As-Shiddiqie. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Jakarta: Bulan Bintang, 1980, cet-8
[12] http://ulumulqur’an2007.blogspot.com/2008_08_01_archive.html
[13] Opcit. Pengantar Ilmu Tafsir. Hal 17
[14] Manna Khalil al qattan. Studi ilmu-ilmu Al-qur’an. Jakarta: Litera Antarnusa, hal 24-25
[15] Opcit. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
[16] Rif’at Sauqi Nawawi M. Ali Hasan. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta : Bulan Bintang, 1992. Hal 13-17
ARTIKEL ULUMUL QUR'AN PERBEDAAN WAHYU ILHAM DAN TA’LIM ARTIKEL ULUMUL QUR'AN PERBEDAAN WAHYU ILHAM DAN TA’LIM Reviewed by Unknown on March 27, 2017 Rating: 5

No comments:

Featured

Powered by Blogger.