ARTIKEL ULUMUL QURAN
ULUMUL AL-QUR’AN
A.
Pengertian
‘Ulumul Qur’an[1]
Istilah ‘ulumul Qur’an berasal dari bahas Arab yang terdiri
dari dua kata, yaitu “’ulum” dan Al-Qur’an”. Kata “’ulum” adalah bentuk jama’
dari kata “ilm” yang berarti ilmu-ilmu. “Al-Qur’an” adalah Kitab Suci Umat
Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk menjadi pedoman hidup
bagi manusia. Ungkapan ‘Ulumul Qur’an telah menjadi nama bagi suatu disiplin
ilmu dalam kajian Islam. Secara bahasa, ungkapan ini berarti ilmu-ilmu
Al-Qur’an. Karena itu, di Indonesia ilmu ini kadang-kadang disebut ‘Ulumul
Qur’an dan kadang disebut ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kata “’ulum” yang disandarkan
kepada kata “Al-Qur’an” telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan
kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’an, baik dari segi
keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahamannya terhadap petunjuk
yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu
rasmil Qur’an, ilmu I’jazil Qur’an, ilmu azbabin nuzul, dan ilmu-ilmu yang ada
kaitannya dengan Al-Qur’an menjadi bagian dari ‘Ulumul Qur’an.
Secara istilah, para ulama telah merumuskan berbagai definisi
‘Ulumul Qur’an. Al Zarqanimerumuskan definisi ;Ulumul Qur’an sebagiai berikut:
Artinya:
“Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an Al Kariem, dari
segiturunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, bacaannya, penafsirannya,
mukjizatnya, nasikh dan masukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan
keraguan terhadapnya, dan sebagainya”.
Manna Al Qaththan memberikan definisi
berikut:
Artinya:
“Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an,
dari segi pengetahuan tentang ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, dan hal-hal
lain yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an”.
Kedua definisi di atas pada dasarnya sama. Keduanya
menunjukkan bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada
mulanya merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar
dari ilmu agama dan bahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan
yang dianggapnya penting. Objek pembahasannya adalah Al-Qur’an.
Adapun dua unsur penting pada definisi ‘ulumul Qur’an. Pertama, bahwa ilmu ini merupakan
kumpulan sejumlah pembahasan. Kedua,
pembahasan-pembahasan ini mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an, baik dari aspek
keberadaannya sebagai Al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai
pedoman dan petunjuk hidup bagi manusia.
Selain definisi di atas, masih kita dapati pula definisi yang
lain seperti : As Suyuti dalam kitab
Itmamu Al Dirayah memberikan definisi ‘Ulumul Qur’an, ialah:
Artinya:
“Ulumul Qur’an ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur’an dari
segi turunanya, sanadnya, adabnyan makna-maknanya baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya
maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya.
Sedangkan Al zarqani dalam kitab Manahihul Irfan Fi ‘Ulumul Qur’an merumuskan definisi Qur’an,
ialah:
Artinya:
“’Ulumul Qur’an adalah pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, dari segi turunannya, urutan-urutannya, pengumplannya, penulisannya,
bacaannya, mukjizatnya, nasikh dan masukhnya, dan penolakan/bantahan terhadap
hal-hal yang bisa menimbulkan confused (keraguan) terhadap Al-Qur’an (yang
sering dilancarkan oleh Orientaris dan Atheis dengan maksud untuk menodai
kesucian Al-Qur’an) dan sebagainya”.
Dari definisi-definisi ‘Ulumul Qur’an tersebut di atas, kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa ‘Ulumul Qur’n adalah suatu ilmu yang lengkap
dan mencakup semua ilmu yang ada hubungannya dengan Al-Qur’an baik berupa
ilmu-ilmu agama, seperti Ilmu Tafsir, maupun berupa ilmu-ilmu bahasa Arab
seperti Ilmu I’rsbi Qur’an.
‘Ulumul Qur’an adalah berbeda dengan suatu ilmu yang
merupakan cabang dari ‘Ulumul Qur’an. Misalnya ‘Ilmu Tafsir yang
menitikberatkan pembahasan pada penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Ilmu Qiraat
menitikberatkan pembahasannya pada cara pembacaan lafal-lafal Al-Qur’an. Sedang
‘ulumul Qur’an membahas Al-Qur’an dari segi yang ada releansinya dengan Al-Qur’an.
Karena itu, ilmu itu diberi nma ‘ulumul Qur’an dengn bentuk jama’, bukan
‘Ulumul Qur’an dengan bentuk mufradh.
Dari definisi : ‘Ulumul Qur’an dapat dipahami bahwa yang
menjdikn objek utama dari akjian ‘Ulumul Qur’an adalah Al-Qur’an itu sendiri.[2] Dapat
pula disimpulkan bahwa betapa luas ruang lingkup cakupan ilmu-ilmu l-Qur’an.
Sebab, studi tentang Al-Qur’an dari sisinya yang mana pun, termasuk kedalam
lingkungan obyek ilmu-ilmu Al-Qur’an. Karenanya maka mudah dipahami jiak
‘Ulumul Qur’an memiliki sejumlah cabang dan ranting ilmu yng sangat banyak,
seperti ilmu qirat (bacaan), ilmu azbab nuzul (sebab-sebab turun), ilmu
munasabah, ilmu tafsir dan lain-lain yang terlalu banyak untuk disebutkan satu
persatu.
Hanya saja, satu hal penting yang layak dicatat seperti
diingatkan Al-Zarqani, bahwa Al-Qur’an Al Kariem adalah kitab hidayah dan
mukjizat. Dari kedua sisi iinilah AL-Qur’an diturunkan, mengenai kedua
persoalan itu pula pembicaraan yang ada didalamnya, dan di atas dasar keduanya
itu juga Al-Qur’an member petunjuk. Maka, setiap ilmu pengetahuan yang
bersentuhan dengan Al-Qur’an dari segi keQur’annannya, atau berhubungan dengan
segi kehidayahan dan kemukjizatannya, semuanya merupkan bagian tak terpisahkan
dari ‘Ulumul Qur’an. Inilah yang memang lhir (berkembang) dari ilmu-ilmu
diniyyah (keagamaan) dan ilmu-ilmu bahasa Arab.
Sehubungan dengan scope pembahasan ‘Ulumul Qur’an itu luas
dan dalam, sebab ilmu ini merupakan intisari (khulasah/resume) dari ilmu-ilmu
l-Qur’an seluruhnya mka mempelajari ilmu ini sudah tentu besar sekali manfaatnya.
Sebab dengan mempelajari ‘Ulumul Qur’an ini kit mempunyai pengetahuan yang luas
tentang Al-Qur’an, sehingga kemungkinan kita mampu memahami Al-Qur’an dengan
sebaik-baiknya dan mampu menafsirkan Al-Qur’an sedalam-dalamnya, serta dapat
dipakai senjata ampuh untuk menanggapi/membantah
serangan-serangan/celaan-celaan terhadp Al-Qur’an yang sering dilancarkan oleh
Orientaris dan Atheis dengan maksud untuk menodai Kitab Suci Al-Qur’an dan
untuk menimbulkan keragu-raguan ‘aqidah umat Islam terhadap kesucian dan
kebenaran Al-Qur’an yang menjadi way of life bagi umat Islam seluruh
dunia.
Di muka telah disebutkan bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah suatu
ilmu yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. ‘Ulumul Qur’an meliputi
semua ilmu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an, baik berupa ilmu-ilmu agama,
seperti ilmu-ilmu tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti ilmu Balaghah,
dan ilmu ‘Irab Al-Qur’an. Ilmu-ilmu yang tersebut dalam definisi ini berupa
ilmu tentang sebab turun ayat-ayat Al-Qur’an, urutan-urutannya, pengumpulannya,
penulisannya, qiraatnya, tafsirnya, kemu’jizatannya, nasikh dan masukhnya,
ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah, ayat Muhkamah dan Mutasyabihahnya, hanyalah
sebagian dari pembahasan pokok ‘Ulumul Qur’an. Di samping itu masih banyak
ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya, seperti Ilmu Gharib Al-Qur’an, Ilmu Badai
Al-Qur’an, Ilmu Tnasub Ayat Al-Qur’an, Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an, dan
sebagainya. Bahkan, sebagian ilmu ini masih dapat dipecah kepada beberapa
cabang dan macam ilmu yang masing-masing mempunyai objek kajian tersendiri.
Setiap obyek dari ilmu-ilmu menjadi ruang lingkup pembahasan ‘Ulumul Qur’an.
Demikian luasnya ruang lingkup kajian ‘Ulumul Qur’an sehingga
sebagian ulama menjadikannya seperti luas yang tak terbatas. As Suyuti
memperluas sehingga memasukkan astronomi, ilmu ukur, kedokteran, dan sebagainya
kedalam pembahasan ‘Ulumul Qur’an. Kemudian, dia mengutip Abu Bakar bin Al Arabi yang mengatakan bahwa ‘Ulumul
Qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata yang
terdapat dalam Al-Qur’an dengan dikalikan empat. Sebab, setiap kata dalam
Al-Qur’an mengndung makna dzahir, batn, terbatas, dan tak terbatas. Perhitungan
ini masih dilihat dari sudut mufradatnya (kata-katanya). Adapun jika dilihat
dari sudut hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.
Namun demikian, Ash
Siddieqi memandang segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an itu kembali kepada
beberapa pokok persoalan saja sebagai berikut :
1. Persoalan Nuzul
Persoalan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang diturunkan di
Mekkah yang disebu Makiyyah,
ayat-ayat yang diturunkan di Madinah disebut Madaniyah, ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi berada di kampung
yang disebut Hadariyah. Ayat-ayat
yang diturunkan ketika Nabi dalam perjalann disebut Safariyah, ayat-ayat yang diturunkan pada siang hari disebut Nahriyah, ayat-ayat yang diturunkan pada
malam hari disebut Lailiyah,
ayat-ayat yang diturunkan di musim dingin disebut Syitaiyah, ayat-ayat yang diturunkan di musim panas disebut Saifiyah, dan yang di turunkan ketika
Nabi di tempat tidur disebut Firasyiah.
Persoalan ini menyangkut tiga hal :[4]
a.
Waktu dan tempat turunya Al-Qur’an
b.
Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an
c.
Sejarah turunnya Al-Qur’an
2. Persoalan Sanad
Persoalan ini meliputu hal-hal yng menyangkut sanad dan
mutawatir, yang ahad, yang syaz, bentuk-bentuk qiraat Nabi, para periwayat dan
para penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul (penerimaan riwayat). Persoalan ini
menyangkut enam hal :
a.
Riwayat mutawatir
b.
Riwayat ahad
c.
Riwayat syadz
d.
Macam-macam qiraat Nabi
e.
Para perawi dan penghafal Al-Qur’an dan
f.
Cara-cara penyebaran riwayat
3. Persoalan ada’ Al Qiraah (Cara Membaca Al-Qur’an)
Hal ini menyangkut waqaf (cara berhenti), ibtida’ (cara
memulai), imalah, madd (bacaan yang dipanjangkan), takhfif hamzah (meringankan
bacaan hamzah) idgham (memasukan bunyi huruf yang sakin kepada huruf
sesudahnya. Persoalan ini menyangkut
hal-hal berikut :
a.
Cara berhenti (waqaf),
b.
Cara mulai (ibtida’),
c.
Imalah,
d.
Bacaan yang dipanjangkan (mad),
e.
Bacaan hamzah yang diringankan, dan,
f.
Buni huruf yang sukun dimasukan pada bunyi sesudahnya (idgam).
4. Persoalan yang Menyangkut Lafal Al-Qur’an
Yaitu tentang yang garib (pelik), mu’rab (menerima perubahan
akhir kata), majaz (metafora), musyarak (alfal yang mengandung lebih dari satu
makna), muradif ( sinonim), asti’arah ( metafor), dan tasybih (penyerupaan).
Persoalan ini menyangkut beberapa hal berikut ini :
a.
Kata-kata Al-Qur’an yang asing (gharib)
b.
Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa (homonim)
c.
Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakatnya akhirnya (mu’rab)
d.
Padanan kata-kata Al-Qur’an (sinonim)
5. Persoalan Makna Al-Qur’an yang Berhubungan dengan Hukum
Yaitu ayat yang bermakna ‘amm (umum) dan tetap dalam keumumumannya, ‘amm
(umum) yang dimaksud adalah khusus, ‘amm (umum) yang dikhususkn oleh Sunnah,
yang nas, yang zahir, yang mujmal (bersifat global), yang mufassal (dirinci),
yang mantuq (makna yang berdasarkan pengaturan), yang mafhum (makna yang
berdasarkan pemahaman), mutlaq (tidak terbatas), yang muqayyad (terbatas), yang
muhkam (kukuh, jelas), mutasyabih (samar), yang musykil (maknanya pelik), yang
nasikh (menghapus), dan masukh (dihapus), muqqadam (didahulukan), muakhkhar
(dikemudiankan), ma’mul (diamalkan) oleh seorang saja. Persoalan ini menyngkut hal-hal berikut :
a.
Makna umum (‘am) yang tetap dalam keumumannya.
b.
Makna umum (‘am) yang dimaksudkan makna khusus.
c.
Makna umum (‘am) yang maknanya dikhususkan sunnah.
d.
Nash.
e.
Makna lahir.
f.
Makna global (mujnal).
g.
Makna yang diperinci (mufashshal).
h.
Makna yang ditunjukkn oleh konteks pembicaraan (manthuq).
i.
Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaraan (mafhum).
j.
Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan (muhkam).
k.
Nash yang muskil ditafsirkan karena terdapat kesamaran di dalamnya
(mutasyabih).
l.
Nash yang maknanya tersembunyi krena suatu sebab yang terdapat pada kata
itu sendiri.
m.
Ayat yang “menghapus” dan yang “dihapus” (nasikh-mansukh).
n.
Yang didahulukan (muqaddam).
o.
Yang diakhirkn (muakhakhar).
6. Persoalan Makna Al-Qur’an yang Berhubungan dengan Lafal
Yaitu fasl (pisah), wasl (berhubungan), ijaz (singkat), itnab (panjang),
musawah (sama), dan qasr (pendek). Persoalan ini menyangkut hal-hal berikut ini :
a.
Berpisah (fashl)
b.
Bersambung (washl)
c.
Uraian singkat (I’jaz)
d.
Uraian panjang (ithnab)
e.
Uraian seimbang (musawah)
f.
Pendek (qashar)
Demikian
pokok-pokok bahasan yang menjadi ruang lingkup ‘Ulumul Qur’an menurut Ash
Shiddieqy. Namun,
persoalan-persoalan yang dikemukakan juga tidak keluar dari ilmu-ilmu Agama dan
bhasa Arab. Pandangan ini tampaknya sejalan dengan pendapat Al Zarqani yanh
tidak setuju memasukkan ilmu-ilmu lain seperti astronomi, kosmologi ekonomi,
kedokteran ke dalam pembahasan ‘Ulumul Qur’an. Al Zarqani menolak pendapat As
Suyuti yang memandang ilmu-ilmu tersebut akhir ini sebagai bagian pembahasan
‘Ulumul Qur’an. Al Zarqani mengakui bahwa Al-Qur’an menganjurkan agar kaum
muslimin mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu tersebut, terutama ketika
diperlukan. Kan tetapi, ilmu yang dianjurkan oleh Al-Qur’an untuk
mempelajarinya berbeda dengan ilmu yang masalahnya atau hukumnya ditunjukan
oleh Al-Qur’an dan ilmu yang mengabdi kepada Al-Qur’an. Menurut beliau, ilmu
yang pertama tidak termasuk dalam katagori Ulumul Qur’an. Sedangkan dua yang
terakhir jelas mempunyai hubungan dengan Al-Qur’an.
Namun demikian,
pandangan seperti yang dikemukakan oleh Al Zarqani ini perlu ditinjau labih
jauh. Sebab, seperti yang diakui oleh Al Zarqani sendiri bahwa Al-Qur’an adalah
Kita Hidayah (petunjuk). Al-Qur’an bukan hanya mengandung petunjuk dalam
berbagai aspek kehidupan manusia. Para mufassir dan pemikiran Islam dewasa ini
semakin merasakan perlunya ilmu-ilmu yang selama ini dianggap secular, seperti
kosmologi, astronomi, kedokteran dalam menafsirkan Al-Qur’an. Muhammad Abduh
berkata : “Saya tidak mengerti bagaimana seseorang menafsirkan firman Allah
SWT, surat Al-Baqarah: 212 sedangkan dia tidak mengetahui perihal manusia
(sosiologi); bagaimana mereka bersatu, bagaimana mereka pecah belah, apa arti
persatuan yang mereka miliki, apakah berguna atau merugikan; dan apa pengaruh
putusan para Nabi kepada mereka”.
Ahmad Nahrawi salam
memandangperlunya seorang mufassir masa kini mengetahui astronomi, ilmu alam,
ilmu jiwa, ilmu kemasyarakatan, dan sejarah, dan sebagainya. Ali Syari’ti juga
memberikan komentar yang senada dengan itu. Tampaknya, apa yang disebutkan oleh
As Sutyuti tentang pentingnya ilmu pengetahuan umum dalam memahami Al-Qur’an
semakin disadari oleh pemimpin kontenporer. Harun Nasution lebih jauh
menandaskan tentang pentingnya para ahli dari berbagai disiplin ilmu, seperti
ahli filsafat, ahli psikologi, ahli ekonomi, ahli hukum, ahli sains, ahli
sejarah dan ahli dari berbagai disiplin ilmu lainnya yang menghasilkan
penafsiran lengkap dan komprehensif dari Al-Qur’an. Sejalan dengan itu pula,
saat ini knyataan menunjukkan bnyak lahir kajian-kajian sosiologi, politik,
ekonomi, kosmologi, kesehatan dan berbagai macam ilmu lainnya yang
dilakukanmelalui tinjauan Al-Qur’an. Terlepas dari seberapa besar kajian
tersebut telah mencerminkan adanya hubungan yang erat antara kajian-kajian itu
dengan Al-Qur’an.
Dari keterangan di
atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya, dan yang menjadi pokok pembahasan
‘Ulumul Qur’an itu adalah ilmu-ilmu agama dan bhasa Arab. Namun, melihat
kenyataan adanya ayat-ayat yang menyangkut berbagai aspek kehidupan dan
tuntutan yang semakin besar kepada petunjuk
Al-Qur’an, maka menafsirkan ayat-ayat menyangkut disiplin ilmu tersebut,
penafsiran ayat-ayat kauniah memerlukan pengetahuan astronomi, ayat-ayat
ekonomi memerlukan ilmu ekonomi, dan ayat-ayat politik memerlukan ilmu politik,
dan seterusnya.
C.
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangn
‘Ulumul Qur’an
Al-qur’an menegaskan bahwa penerimaan wahyu Al-Qur’an adalah
Nabi Muhammad SAW. Lebih dari itu, Muhammad-lah yang oleh Allah SWT. Diberi
otoritas untuk menerangkan (menafsirkan) Al-Qur’an. Karenanya, mudah dimengerti
jika orang yang mendapat gelar al mufassir
al awwal (mufassir Al-Qur’an yang pertama) adalah Nabi Muhammad SAW. Beberapa ayat dibawah ini, mengingatkan
status kemufassiran Nabi Muhammad SAW :
kr'¯»t ãAqߧ9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( bÎ)ur óO©9 ö@yèøÿs? $yJsù |Møó¯=t/ ¼çmtGs9$yÍ 4
ª!$#ur ßJÅÁ÷èt z`ÏB Ĩ$¨Z9$# 3 ¨bÎ) ©!$# w Ïöku tPöqs)ø9$# tûïÍÏÿ»s3ø9$# ÇÏÐÈ
Artinya
: Hai rasul, sampaikanlah apa yang telah
diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika kamu kerjakan (apa yang
diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan menyampaikan amanat-Nya.
Allah SWT tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS: Al
Maidah : 67).
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ Ìç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍkös9Î) öNßg¯=yès9ur crã©3xÿtGt ÇÍÍÈ
Artinya
: Dengan membawa keterangan-keterangan
(mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an, agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya
mereka memikirkan (QS : An Nahal : 44).
!$tBur $uZø9tRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# wÎ) tûÎiüt7çFÏ9 ÞOçlm; Ï%©!$# (#qàÿn=tG÷z$# ÏmÏù Yèdur ZpuH÷quur 5Qöqs)Ïj9 cqãZÏB÷sã ÇÏÍÈ
Artinya
: Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al
Kitab (Al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa
yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk serta rahmat bagi kaum yang
beriman (QS : An Nahal : 64).
Setiap kali Nabi Muhammad SAW menerima dan menyampaikan
ayat-ayat Al-Qur’an kepada para sahabatnya, selama itu pula beliau menerangkan
isi kandungannya. Terutama jika timbul pertanyaan dari anggota sahabat yang
baru mempelajarinya. Dan Nabi Muhammad SAW pun dengan penuh tanggung jawab selalu
saja menerangkan isi kandungannya ayat-ayat Al-Qur’an, seiring dengan proses
penurunannya yang berjalan sedikit demi sedikit.
Penafsiran dan penjelasan yang diberikan Rasulullah SAW.
Terhadap Al-Qur’an, baik melalui
ucapan, perbuatan dan taqrir (sikap persetujuannya) yang kemudian menjelma
menjadi Hadits/Sunnah Rasulullah SAW, merupakan soko guru utama bagi
perkembangan tafsir-ilmu tafsir khususnya dan ‘Ulumul Qur’an pada umumnya. Baik dimasa para sahabat dan kemudian tabi’in, maupun bagi generasi-generasi
sesudahnya sejak dari zaman tabi’ al tabi’in hingga seterusnya.
Seiring dengan kebutuhan penafsiran Al-Qur’an sendiri, yang
selalu berkembang dari waktu ke waktu, maka cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan untuk memahami Al-Qur’an pun kian hari semakin beraneka beragam.
Uniknya, setiap kali Al-Qur’an dibahas dari aspeknya yang manapun, selama itu
pula akan lahir cabang ilmu Al-Qur’an.
Dari segi pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an, yang di zaman Nabi
masih terserak-serak umpamanya, lahir satu disiplin ilmu yang dinamakan ilmu
jam’i Al-Qur’an (ilmu tentang pengumpulan/penghimpunan Al-Qur’an). Dari segi
pembukuan, muncul istilah ‘ilmu tadwin Al-Qur’an, dari segi teknik membaca Al-Qur’an lahir ‘ilmu tajwid, dari segi
macam-macam bacaan Al-Qur’an terbit ‘ilmu qiraat, dari segi latar belakang
turun Al-Qur’an menjelma ‘ilmu asbab An Nuzul, (ilmu sebab-sebab penurunan
Al-Qur’an), dari segi tempat atau periode penurunannya menghasilkan ‘ilmu makky
wal madaniy, Begitulah seterusnya. Sampai-sampai ada buku tentang titik dalam
Al-Qur’an (kitab Al Nuqthah fi
Al-Qur’an). Suatu hal yang tidak terjadi dalam ilmu-ilmu yang lain.
Dalam pada itu, satu hal ialah bahwa dimasa-masa awal Islam,
istilah “’Ulumul Qur’an itu sendiri sesungguhnya belum lahir. Benar bahwa
Rasulullah SAW. Dan para sahabatnya sangat memahami Al-Qur’an dan menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Bahkan, menyangkut hal-hal tertentu, pengetahuan mereka tentang Al-Qur’an jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan para ulama generasi sesudah sahabat. Tetapi,
bidang-bidang pengetahuan mereka tentang ilmu-ilmu Al-Qur’an itu belum
diletakkan dalam kerangka dasar keilmuan yang bersifat teoritik dan sistematik.
Kecuali itu, yang lebih penting lagi, ilmu-ilmu pengetahuan mereka waktu itu
memang belum dihimpun dalam bentuk karya-kary ilmiah semisal buku, majalah dan
apalagi berupa jurnal sebagaimana layaknya zaman sekarang.
Adapun Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan ‘Ulumul Qur’an dari masa ke masa :
1.
Abad I, II dan III
Metode penyampian ilmu pengetahuan waktu itu, termasuk
ilmu-ilmu Al-Qur’an, di zaman awal-awal Islam bahkan hingga masa-masa tabi’ al
tabi’in, lebih banyak mengandalkan metode sima’iy (pendengaran) dan musyafahah
(penyampaian dari mulut ke mulut). Sedangkan dalam bentuk tulisan, dapat
dikatakan jarang kalau kurang tepat dikatakan tidak ada.
2.
Abad III dan IV
Penyampaian ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui tulis-menulis dalam
arti pembukuan, diperkirakan muncul pada abad ini. Dallam bidang ilmu asbad an
nuzul, tercatat nama Ali ibn al Madini “guru Al Bukhari” yang yang mengarang
buku Asbab an Nuzul dan Abu Ubaid al Qasim Ibn Salam yang menulis buku tentang
al Nasikh wa mansukh. Keduanya tepat dikatakan tidak ada.
3.
Abad IV, V, VI dan VII
Sedangkan dari ulama-ulama abad ke empat hijriah, kelima dan
seterusnya masing-masing tercatat nama-nama : Abu Bakar al Sijistni dalam
bidang Gharib Al-Qur’an (abad ke empat), Ali Ibn Sa’id l Hufi (abad ke lima)
dalam bidang I’rab Al-Qur’an, Abu Alm Qasim Abd Al Rahman yang lebih populer
dengan sebutan Al Sabii (abad ke enam) dalam bidang Mubhamat l-Qur’an, Ibn Abd
al Salam (abad ke tujuh) dalam bidang ‘ilm al Qiraat.
4.
Abad VI, VII dan VIII
Pada abad ini, Ibn l Jawzi (w. 597 H), menyususn dua kitab
yang masing-masing berjudul Funun al afnan fi-Ulum Al-Qur’an dan al Mujtabah
fi-‘Ulum tata’allaq bi-Al-Qur’an. Abad ke tujuh, Alam al Din al Sakhawi (w. 651
H), menyususn buku jmal al Qurra,’ dan Abu Syamah (w. 665), mengarang kitab l
Mursyid al Wajiz fi-ma Yata’allq bi-Al-Qur’an al ‘Aziz. Pada abad ke delapan.
Bdr al Din al Zakkasyi menyususn al Burhan fi-‘Ulum Al-Qur’an (empat jilid),
juga al Bulqini yang menyusun karya besar Mawaqi’ al ‘Ulum min Mawaqi’ al
Nujum.
5.
Abad IX
Adapun pada bad ini, al Sayuthi menyusun al Itqhan fi-‘Ulum
Al-Qur’an, kemudian terus diikuti oleh ulm-ulama lain yang lahir berikutnya.
Termasuk Syeikh Thahir Al-Jazairi, yang menyusun buku l-Tibyan fi-‘Ulum la
Qur’an setebal 800 halaman yang ia selesaikan pada tahun 1335 H. dan Munahil
Al-Irfan fi’ulum Al-Qur’an yang ditulis Muhammad Abdul ‘azhim Al Zarqani.
Lepas dari
perbedaan pendapat di atas, yang sudah pasti istilah “‘Ulumul Qur’an” tidak
tumbuh dan berkembang sekligus kan tetapi, melalui prose cukup pnjang. Satu hal
yang menggembirakan ialah bahwa khazanah para intelektual muslim dalam bidang
ilmu-ilmu Al-Qur’an terus mengalir dari waktu ke waktu.
ARTIKEL ULUMUL QURAN
Reviewed by Unknown
on
March 27, 2017
Rating:
No comments: